Makna Logo:
I. Roda dengan 24 jari-jari melambangkan:
1. Roda Dharma (Dhammacakka) secara utuh yang termuat dalam Dhammacakkapavatana Sutta.
2. 24 kondisi-kondisi (24 Paṭṭhāna)
3. Paticcasamuppāda (sebab musabab yang saling bergantungan) dengan rincian 12 nidāna (landasan/penyebab) yang muncul (paccaya) dan 12 nidāna (landasan/penyebab) yang lenyap (nirodha)
II. Warna jingga pada logo memiliki makna semangat dalam praktik dhamma.
Penjelasan Makna Logo Sagin:
I. Roda dengan 24 (dua puluh empat) jari-jari melambangkan:
1. Roda Dharma yang dibabarkan oleh Buddha Gautama kepada 5 (lima) pertapa yang tercatat dalam Dhammacakkapavatana Sutta (Sutta tentang Pemutaran Roda Dharma). 24 (dua puluh empat) jari-jari melambangkan isi Dhammacakkapavatana Sutta secara utuh tentang Empat Kebenaran Mulia (Cattāri Ariyasaccāni).
yang meliputi: (S.V.421-422)
a. Dukkhā
1) Kelahiran adalah dukkhā (jātipi dukkhā);
2) Penuaan adalah dukkhā (jarāpi dukkhā);
3) Kematian adalah dukkhā (maraṇampi dukkhaṁ);
4) Kesedihan (soka),
5) Ratap tangis (paridewa),
6) Sakit pada jasmani (dukkha),
7) Kepedihan hati (domanassa),
8) Keputusasaan adalah dukkhā (upāyāsāpi dukkhā);
9) Berkumpu dengan yang tidak disenangi adalah dukkhā (appiyehi sampayogo dukkho);
10) Berpisah dengan yang disenangi adalah dukkhā (piyehi vippayogo dukkho);
11) Tidak mendapatkan yang diinginkan adalah dukkhā (yampicchaṁ na labhati tampi dukkhaṁ);
12) Singkatnya, kelima kelompok unsur kehidupan yang tunduk pada kemelekatan adalah dukkhā (saṅkhittena pañcupādānakkhandhā dukkhā).
b. Sebab dukkhā
13) Keinginan pada kenikmatan indria (kāmataṇhā);
14) Keinginan pada penjelmaan (bhavataṇhā);
15) Keinginan pada pemusnahan (vibhavataṇhā).
c. Lenyapnya dukkhā
16) padam tanpa sisa dan lenyapnya keinginan, meninggalkan dan melepaskan keinginan, kebebasan dari keinginan, tidak bergantung pada keinginan (Nibbāna).
d. Jalan menuju lenyapnya dukkhā
17) Pandangan benar (sammādiṭṭhi);
18) Kehendak benar (sammāsaṅkappo);
19) Ucapan benar (sammāvācā);
20) Perbuatan benar (sammākammanto);
21) Penghidupan benar (sammā-ājīvo);
22) Usaha benar (sammāvāyāmo);
23) Perhatian benar (sammāsati);
24) Konsentrasi benar (sammāsamādhi).
2. 24 jari-jari melambangkan 1 hari terdiri dari 24 jam, dimana kita diingatkan untuk selalu sadar penuh dalam menjalani kehidupan sehari-hari bahwa kita hidup dengan 24 kondisi-kondisi (24 Paṭṭhāna), yang meliputi: (Ptn1.1)
a. hetupaccayo = kondisi penyebab
b. ārammaṇapaccayo = kondisi pendukung
c. adhipatipaccayo = kondisi dominan
d. anantarapaccayo = kondisi terdekat
e. samanantarapaccayo = kondisi yang cepat
f. sahajātapaccayo = kondisi kelahiran selanjutnya
g. aññamaññapaccayo = kondisi yang bergantian
h. nissayapaccayo = kondisi yang mengikuti
i. upanissayapaccayo = kondisi yang mengikuti dengan kuat
j. purejātapaccayo = kondisi sebelum lahir
k. pacchājātapaccayo = kondisi setelah kelahiran
l. āsevanapaccayo = kondisi yang berulang-ulang
m. kammapaccayo = kondisi karma
n. vipākapaccayo = kondisi hasil dari karma
o. āhārapaccayo = kondisi nutrisi (penyebab karma)
p. indriyapaccayo = kondisi mengarahkan pada jhana
q. jhānapaccayo = kondisi jhana
r. maggapaccayo = kondisi jalan menuju jhana
s. sampayuttapaccayo = kondisi yang bersekutu
t. vippayuttapaccayo = kondisi yang tersendiri
u. atthipaccayo = kondisi yang hadir
v. natthipaccayo = kondisi yang tidak hadir
w. vigatapaccayo = kondisi yang lenyap
x. avigatapaccayo = kondisi yang tidak lenyap
3. Paticcasamuppāda (sebab musabab yang saling bergantungan) yang merupakan esensi ajaran Buddha tentang timbulnya fenomena duniawi yang terdiri dari 12 nidāna (landasan/penyebab) yang muncul (paccaya) dan 12 nidāna (landasan/penyebab) yang lenyap (nirodha) sehingga berjumlah 24, yaitu:
a. Paccaya (mucul atau mengkondisikan) 12 (M.I.261)
(1) Avijjāpaccayā (2) saṅkhārā, saṅkhārapaccayā (3) viññāṇaṁ, viññāṇapaccayā (4) nāmarūpaṁ, nāmarūpapaccayā (5) saḷāyatanaṁ, saḷāyatanapaccayā (6) phasso, phassapaccayā (7) vedanā, vedanāpaccayā (8) taṇhā, taṇhāpaccayā (9) upādānaṁ, upādānapaccayā (10) bhavo, bhavapaccayā (11) jāti, jātipaccayā (12) jarāmaraṇaṁ.
(1) Dari ketidaktahuan muncullah (2) faktor-faktor mental, dari faktor-faktor mental muncullah (3) kesadaran, dari kesadaran muncullah (4) batin dan jasmani, dari batin dan jasmani muncullah (5) enam landasan indra, dari enam landasan indra muncullah (6) kesan-kesan (kontak), dari kesan-kesan (kontak) muncullah (7) perasaan, dari perasaan muncullah (8) keinginan, dari keinginan muncullah (9) kemelekatan, dari kemelekatan muncullah (10) penjelmaan, dari penjelmaan muncullah (11) kelahiran, dari kelahiran muncullah (12) penuaan dan kematian.
b. Nirodha (lenyap) 12 (M.I.263-264)
(1) Avijjāyatveva asesavirāganirodhā (2) saṅkhāranirodho, saṅkhāranirodhā (3) viññāṇanirodho, viññāṇanirodhā (4) nāmarūpanirodho, nāmarūpanirodhā (5) salāyatananirodho, salāyatananirodhā (6) phassanirodho, phassanirodhā (7) vedanānirodho, vedanānirodhā (8) taṇhānirodho, taṇhānirodhā (9) upādānanirodho, upādānanirodhā (10) bhavanirodho, bhavanirodhā (11) jātinirodho, jātinirodhā (12) jarāmaraṇanirodho.
Tetapi, dengan lenyapnya seluruh (1) ketidaktahuan lenyap pula (2) faktor-faktor mental, dengan lenyapnya faktor-faktor mental lenyap pula (3) kesadaran, dengan lenyapnya kesadaran lenyap pula (4) batin dan jasmani, dengan lenyapnya batin dan jasmani lenyap pula (5) enam landasan
indra, dengan lenyapnya enam landasan indra lenyap pula (6) kesan-kesan (kontak), dengan lenyapnya kesan-kesan (kontak) lenyap pula (7) perasaan, dengan lenyapnya perasaan lenyap pula (8) keinginan, dengan lenyapnya keinginan lenyap pula (9) kemelekatan, dengan lenyapnya kemelekatan lenyap pula (10) penjelmaan, dengan lenyapnya penjelmaan lenyap pula (11) kelahiran, dengan lenyapnya kelahiran lenyap pula (12) penuaan dan kematian.
II. Warna jingga pada logo memiliki makna semangat. Kita harus bersemangat dalam praktik
Dharma dalam kehidupan sehari-hari.
History:
Pada awal perkembangan Agama Buddha di masa Buddha, Buddha menyebutkan bahwa salah satu ciri agung seorang Samma Sambuddha adalah “Telapak kaki terdapat cakra dengan seribu ruji, lengkap dengan lingkar dan sumbunya” (Lakkhaṇa Sutta, D.III.143).
Namun seiring perkembangan waktu, Roda Dharma selalu digambarkan dengan banyak ruji untuk mewakili seribu ruji seperti yang disampaikan Buddha. Penggambaran tertua dari roda Dhamma, di Sarnath (yang dikenal dengan ibu kota Singa) pada pilar Raja Asoka, memiliki 24 jari-jari (ruji).